Jumat, 03 Mei 2013

Menjadi Pemain Sepak Bola Bengal Itu Keren

 
Saya adalah orang yang menikmati sebuah film dengan melihat gerak-gerik pemain antagonisnya secara detil. Saya tahu bahwa film itu berkelas jika melihat peran antagonis dimainkan dengan ciamik. Ben Kingsley memerankan The Mandarin dengan baik dan cool di film Iron Man 3 sehingga membuat saya takut sekaligus tertawa. Prinsip yang sama pun saya jumpai di lapangan rumput.
Pemain bengal selalu dibenci oleh orang-orang. Mereka selalu mangkir latihan, berbuat seenaknya, meludah di mana saja, atau mencari partner bermain gulat. Mereka kemudian menjadi buah bibir bagi media-media yang centil dan disebut-sebut menjadi perusak keharmonisan tim. Saya anggap itu sebagai sebuah pengkhianatan dari ekspresi yang terkadang menyebalkan namun punya arti tersendiri.
Anda yang hidup di zaman sekarang selalu tertuju terhadap satu pemain asal Italia, Mario Balotelli. Sikapnya yang lebih sulit ditebak daripada seorang wanita yang sedang mengalami Pre-Menstrual Syndrome sering mengundang banyak cemoohan. Namun, bagi saya, cemoohan itu bisa jadi sebuah kesalahan, karena Mario tak mungkin tak berdasar di samping kemampuan olah bola yang hebat yang dimilikinya.
Mario mungkin saja menjadi bengal karena banyak hal dan bukan hanya karena dia sendiri. Perlakuan teman setim atau manajer bisa jadi membuat dia naik pitam. Roberto Mancini jelas gagal membina hubungan baik dengan Mario yang membuat dia hengkang, demikian pula Jose Mourinho saat masih di Inter Milan. Namun, agaknya Massimiliano Allegri bisa sedikit menahan desakan emosional dari Mario walau tak sempurna. Kontribusinya bagi Milan baru-baru ini bisa dibilang signifikan dengan raihan hampir 1 gol per pertandingan.
Di sini lah faktor manajer sangat sentral. Manajer adalah seorang gembala bagi domba-domba yang gemuk namun sering mengamuk. Mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga mereka dari hal-hal ekstrem dan dianggap tak masuk akal. Gembala yang baik tentu tau betul tentang dombanya dan memperlakukan secara cerdas dan laik.
Dari dataran Inggris, kita baru-baru ini terlalu bosan mendengar kabar tentang Luis Suarez yang nyaris menyabet gelar Gareth Bale musim ini. Dia menggigit lengan Branislav Ivanovic dengan berbagai alasan versi media, tergantung media itu menganut paham apa. Kemudian, orang-orang mengaitkan dengan masa lalunya yang dikatakan suram karena melakukan banyak kontroversi. Orang-orang seperti ini sepertinya hidupnya kurang bahagia.
Luis sama halnya dengan Balotelli. Dia hanya seorang pemain bengal yang kadang perlu disadarkan saja. Brendan Rogers tidak bisa dibilang buruk dalam menangani Luis secara tegas, namun masih perlu belajar banyak tentang memberi ruang. Faktor psikologi yang paling berpengaruh di sini. Membawa Luis ke psikolog mungkin bisa membantu, tapi tak akan berlangsung lama sebelum Liverpool membutuhkannya segera.
Pemain-pemain bengal ini adalah pemain yang hebat karena mereka berhasil menembus jajaran pemain yang tak bengal namun skill-nya tak mumpuni. Mereka tidak mengindahkan anggapan bahwa attitude is more important. Mereka bisa saja berakhir di penjara jika mereka tak menjadi pemain bola. Sepakbola bisa dibilang menyelamatkan mereka. Orang-orang yang mengangkat mereka menjadi pemain profesional dari awal sudah mafhum dengan kapabilitas yang mungkin berbanding terbalik dengan mentalitas.
Orang-orang bengal seperti ini pun sudah muncul sebelum Anda melek sepakbola seperti sekarang karena media yang meledakkannya. Legenda Manchester United, Eric Cantona, adalah salah satu pemain terbaik yang dimiliki oleh penduduk Salford. Walaupun begitu, tak ada yang begitu mengenal sosok Cantona sebelum dirinya menendang seorang fans yang berisik dengan tendangan kung-fu. Sebuah cara yang tidak biasa untuk menutup mulut seseorang.
Menjadi bengal tentunya bukan sebuah pilihan yang selalu baik. Saya tidak bilang bahwa bermain kasar adalah permainan yang sah dan wajar. Pemain-pemain ini menjadi bengal pun ada maksudnya. Mungkin mereka butuh perhatian karena mengidap ADHD atau perlu teman mengobrol lebih intim. Yang jelas, mereka hadir di lapangan karena mereka bertalenta hebat. Dan menurut mereka, menjadi pemain sepakbola yang hebat namun bengal itu keren

0 komentar:

Posting Komentar